Senin, 29 Februari 2016

DEDI J. SYAMSUDIN : AYO SELAMATKAN KPK

Bismillahirrahmaanirrahiim.. Assalamu 'alaikum wr. wb.

Saat ini tengah ramai dibicarakan tentang Revisi Undang-Undang KPK oleh DPR RI dan Penolakannya oleh masyarakat luas. Redaktur meminta komentar via BBM kepada H. Dedi J. Syamsudin, SE, SH, MH, CLA, seorang Pengacara muda yang sering menangani kasus artis-artis dan pejabat negara. Artis yang ditangani kasusnya antara lain adalah, Muzdalifah (Mantan Istri Nassar), Ustadz Yusuf Mansyur dan baru-baru ini Saipul Jamil. 


H. Dedi J. Syamsudin, SE, SH, MH, CLA. Pengacara Muzdalifah, 
Ustadz Yusuf Mansyur dan Saipul Jamil.

Berikut Kutipan Pesan BBM yang redaktur terima sebagai konfirmasi atas pertanyaan, "Bagaimana Bang Dedi melihat kasus Penolakan Revisi UU KPK yang ramai saat ini ?"

Redaktur :
"Bang, bagaimana abang melihat kasus penolakan Revisi UU KPK yang sedang ramai dibicarakan oleh berbagai pihak ?"


H. Dedi J. Syamsudin dan Rekan, Aktif melakukan Advokasi kepada seluruh masyarakat.


Dedi J Syamsudin :
"Kalau pandangan saya terhadap kasus itu adalah, upaya pelemahan saja terhadap institusi KPK itu sendiri. Dan itu hanya mengedepankan kaum elit yang duduk di DPR sana yang nota bene kebanyakan mereka adalah pelaku-pelaku korup. Dengan kata lain, Revisi UU KPK hanya cari selamat saja dari taring nya KPK saat ini."


H. Dedi J. Syamsudin, Berpose sejenak menata fikiran dan mengelola stres.


Redaktur :
"Indikasinya apa, Bang bahwa Revisi itu adalah pelemahan KPK ?"

Dedi J. Syamsudin :
"Kalau dilihat dari draft usulan Perubahan terhadap UU KPK No 30 Thn 2002 terutama dalam hal Pasal Penuntutan dan Penyadapan. Dari rangkaian usulan Revisi itu, berikut ini saya kutip lima poin diantaranya ;

1. Pembubaran KPK, 12 tahun setelah draft RUU resmi di-undangkan. Pasal 5 - "Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini di undangkan." 

2. KPK tak berwenang melakukan Penuntutan. Pasal 7 huruf d - "Melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini dan/atau penanganannya di kepolisian/kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif  atau legislatif."
(Padahal dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002, "KPK mempunyai tugas melakukan Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.")

3. Pelimpahan Kasus ke Kejaksaan dan Kepolisian. Pasal 13 - "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam Pasal 7 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan Penyelidikan, Penyidikan tindak pidana korupsi yang ;
          
a. Melibatkan penyelenggara Negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum atau Penyelenggara Negara.

b. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 50.000.000.000,- (Lima Puluh  Milyar Rupiah). 

c. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan Penyidikan dimana ditemukan  kerugian negara di bawah Rp. 50.000.000.000,- (Lima Puluh Milyar Rupiah), maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(Padahal dalam UU No. 30 tentang KPK disebutkan Jumlah nominal kerugian sebagai kriteria untuk melimpahkan kasus ke Kejaksaan dan Kepolisian TIDAK DISEBUT. Bahkan dalam Pasal 8 (2) menyebutkan, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih Penyidikan atau Penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan").

4. Permintaan Izin Sebelum Melakukan Penyadapan dan Merekam Pembicaraan. Pasal 14 ayat 1 huruf a. - "KPK berwenang melakukan Penyadapan dan Merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua Pengadilan Negeri."

(Dalam Pasal 12 (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 disebutkan, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan Penyadapan dan Merekam pembicaraan").

5. KPK tidak memiliki Penuntut. Pasal 53 ayat 1. - "Penuntut adalah Jaksa yang berada dibawah lembaga Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan Penuntutan, Melaksanakan Penetapan Hakim."

(Sedangkan dalam Pasal 51 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2002 disebutkan, "Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.")


H. Dedi J. Syamsudin, Berdiskusi dengan rekan kerja adalah salah satu cara memecah kebuntuan.


Itulah 5 poin Usulan Perubahan yang bertolak belakang dengan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan dapat menjadi pelemahan Institusi KPK."

"Salah satu poin adalah Pasal Penyadapan minta dihilangkan. Lalu kalau Institusi KPK ada tetapi tidak punya kewenagan Penuntutan, Penyidikan dan Penyadapan, lantas buat apa ? Tidak punya Power untuk memberantas para koruptor."

Redaktur :
"Bagaimana seharusnya masyarakt bersikap terhadap hal ini, Bang ?"

Dedi J Syamsudin :
"Masyarakat harus tetap membela KPK saat ini dengan payung UU No. 30 Tahun 2002 dan menanda tangani petisi tidak setuju dengan Revisi UU KPK karena revisi itu jelas suatu bentuk ke-ego sentris-an dari para elit koruptor."

"Kalau menurut LM. Friedman mengatakan , 'Proses penegakan hukum adakndapat terealisasi di suatu negara dengan baik kalau terdiri dari: Substansi, Struktural dan Culture. Dalam hal ini, Substansinya adalah Undang-Undang. Struktural nya adalah Kerjasama yang baik antara para penegak hukum sedangkan Culture nya adalah Budaya."

Redaktur :
"Ada tambahan, Bang ?"

Dedi J. Syamsudin :
"Cukup."